BAPEMPERDA DPRD Grobogan, Rabu (18/5), menggelar public hearing dengan sejumlah elemen masyarakat dalam rangka menyusun raperda inisiatif DPRD tentang Pengarus utamaan Gender. Publik hearing berlangsung di Ruang Rapat Paripurna I DPRD Grobogan.
Rapat yang dipimpin Ketua Bapemperda DPRD Grobogan Hj Lusia Indah Artani SE, dengan mengundang jajaran OPD terkait, beberapa organisasi masyarakat,tokoh masyarakat, dan tim Kemenkumham Kanwil Provinsi Jateng. Acara yang menghadirkan narasumber Dr Indra Kertati M.Si, dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang ini bertujuan untuk menghimpun pemikiran masyarakat dalam bentuk masukan baik lisan maupun tertulis guna kesempurnaan Raperda yang sedang disusun.
Menurut Ketua Bapemperda Lusia Indah Artani, tujuan public hearing untuk mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya tingkat pemahaman, respon, dan ekspektasi publik terhada pra perda inisiatif DPRD tentang Pengarus utamaan Gender tersebut.Sehingga isi raperda tersebut diharapkan bisa diterima masyarakat luas.
“Bapemperda DPRD Grobogan berinisiasi menyusun Raperda ini karena memandang perlunya payung hukum sebagai dasar perangkat daerah dalam menyelenggarakan kesetaraan gender. Untuk Bapemperda memerlukan masukan dan usulan dari masyarakat. Setiap masukan, usulan atau saran yang disampaikan dalam forum ini, akan ditampung dan kemudian akan didiskusikan lagi secara konkrit saat pembahasan Raperda selanjutnya,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Menurutnya, pengarusutamaan gender bertujuan agar perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program dapat berprespektif gender, sehingga mampu mewujudkan keseteraan dan keadilan gender dalam segala aspek kehidupan.
“Dalam Raperda tentang Pengarus utamaan Gender tersusun dalam X Bab, dan 50 Pasal. Di sinilah kita bisa membahas, sekaligus memberi masukan dan usulan,” ujar Lusia.
Sementara Dr Indra KetatiMSi, mengakui, penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat masih terdapat ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, sehingga diperlukan strategi peningkatan pengintergrasian gender melalui penguatan kelembagaan, perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan yang responsif gender.
“Untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam pengarus utamaan gender, maka diperlukan pengaturan tentang pengarus utamaan gender. Berdasarkan pertimbangan tersebut perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengarus utamaan Gender,” terangnya. (Yuni)