PENDAPAT Bupati Grobogan atas Raperda Inisiatif DPRD tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah ditanggapi tujuh fraksi DPRD setempat dalam rapat paripurna DPRD Grobogan yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Ir HM Nurwibowo MSi (16/03)
Ada empat poin pendapat bupati yang disampaikan melalui Wabup dr Bambang Pujiyanto MKes. Yaitu tentang Pasal 13 ayat (5), Pasal 20 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), dan Pasal 83 khususnya huruf c Raperda Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Tujuh fraksi yang ada, yaitu PDI Perjuangan, Gerindra, PPP, Hanura, Demokrat Amanat Berkarya (DAB), dan Fraksi Karya Sejahtera, tanggapannya hampir sama. Ketentuan Pasal 13 ayat (5) Raperda tentang tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah mengadopsi Pasal 19 ayat (2) Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan Peraturan Daerah.
“Pengajuan Raperda di luar Propemperda yang sudah disetujui bersama hanya dapat dilakukan dalam hal penambahan judul, penghapusan judul, dan atau penggantian judul Raperda sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Raperda ini. Sedangkan perencanaan Propemperda di luar Propemperda yang segera untuk dilaksanakan dapat menggunakan ketentuan pasal 13 ayat (4) Raperda ini. Ketentuan pasal 13 ayat (5) jangan dilihat menambah panjangnya alur birokrasi, ketentuan dimaksud untuk menjamin asas kejelasan rumusan, dimana nantinya tidak menimbulkan interprestasi atau penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaannya,” tegas juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Dimas Rizky W S, SH.
Fraksi PKB, Gerindra, PPP, DAB, dan Fraksi Karya Sejahtera, berpendapat sama, bahwa ketentuan Pasal 20 ayat (3) sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Sedangkan Pasal 32 ayat (3) sudah sesuai dengan Pasal 33 Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Masa Kerja Panitia Khusus paling lama satu tahun.
Fraksi PPP menambahkan, Pasal 20 ayat (3) sudah sesuai ketentuan Pasal 19 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015. Maka perencanaan penyusunan Peraturan Bupati dan Keputusan Pimpinan DPRD, disarankan untuk diubah menjadi ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan Keputusan Pimpinan DPRD. Namun demikian untuk lebih baiknya perlu dibahas lebih lanjut di alat kelengkapan Dewan yang membahasnya.
Sedangkan Fraksi Hanura menilai, Pasal 13 ayat (5) apabila dilakukan analisis lebih dalam tidak mengurangi esensi kecepatan menindaklanjuti unsur keadaan tertentu untuk menindaklanjutinya. Tidak ada norma yang mengharuskan Propemperda harus selesai terlebih dahulu baru Raperda. Artinya dapat dimaknai perubahan Propemperda dapat dilakukan secara pararel ataupun setelah penetapan Raperda tersebut.
Perubahan Propemperda justru untuk memberikan suatu legitimasi atas keadaan tertentu yang harus ditindak lanjuti diluar Propemperda sehingga menjadi dasar justifikasi dalam melakukan penyusunan Raperda apabila dikemudian hari dilakukan evaluasi atau pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Mekanisme ini juga digunakan dalam Perda Provinsi Jawa Tengah No 6 Tahun 2016 Pasal 19 ayat (2)
Terkait ketentuan Pasal 83 huruf c, mengenai adanya surat selesai pengharmonisasian, pembulatan, dan konsepsi, harus tetap dicantumkan. Karena praktek secara simultan harmonisasi dengan fasilitasi Raperda merupakan terobosan hukum yang dilakukan di Jawa Tengah. Dikarenakan terdapat kerja sama antara Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah dan Biro Hukum Provinsi Jawa Tengah. Praktek secara simultan tersebut tidak semua daerah memberlakukannya. (Yuni)